Pertanyaan:
Apa hukumnya bila istri
selingkuh, dan bagamana kalau mau rujuk dan minta maaf sama suami?
Jawaban:
Bismillah was shalatu
was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Seringkali dalam kasus
perzinaan, yang lebih disalahkah adalah pihak lelaki. Padahal perempuan yang
berzina, tidak lebih baik dari pada lelaki yang berzina. Terlebih ketika sudah
menikah, dosa jauh lebih besar, karena Allah sudah memberikan pilihan yang
halal untuknya.
Ketika seorang istri
selingkuh, ulama memberikan rincian sebagai berikut,
Pertama, istri bertaubat
dan sangat menyesali perbuatannya, bahkan dia berusaha meminta maaf kepada
suaminya, mengubah cara pergaulannya dan cara berpakaiannya. Dia menjadi wanita
yang dekat dengan Allah, menutup aurat dan menghindari pergaulan dengan lelaki
yang bukan mahram.
Untuk kondisi ini, suami
boleh mempertahankan istrinya dan tidak menceraikannya. Dengan dua syarat,
1.Suami harus siap memaafkan istrinya dan tidak
mengungkit masa lalunya, setelah dia bertaubat.
2.Suami siap merahasiakan kasus istrinya dan tidak
menceritakannya kepada siapapun.
Dengan sikap ini, insyaaAllah akan
menjadi sumber pahala bagi suami, karena ini termasuk bentuk kesabaran.
Pernyataan kami ‘suami
boleh mempertahankan istrinya’ artinya bukan kewajiban. Suami bisa
mempertimbangkan dampak baik dan buruknya, untuk menentukan pilihan, cerai
ataukah dipertahankan. (Fatwa Islam, no. 162851)
Ada sebagian suami yang
tak kuasa menceraikan istrinya, namun sangat sulit baginya memaafkan
perselingkuhan yang dilakukan istrinya. Sehingga yang terjadi, suami hanya bisa
marah dan marah, bahkan menzalimi istrinya. Dalam kondisi ini, pilihan cerai
insyaaAllah lebih baik, dari pada mempertahankan istrinya, agar tidak
menimbulkan perbuatan maksiat yang baru.
Kedua, sang istri belum
bertaubat dan tidak menunjukkan penyesalan, bahkan pergaulannya masih bebas
seperti sebelumnya, meskipun bia jadi dia hanya meminta maaf kepada suaminya.
Untuk kondisi ini, ulama
berbeda pendapat, apakah suami wajib menceraikan istrinya atakah boleh
mempertahankannya.
Pendapat pertama, suami
boleh mempertahankannya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dr. Muhammad Ali
Farkus mengatakan,
“Seperti yang
telah dipahami dalam aturan syariat, bahwa zina yang dilakukan salah satu
diantara suami istri, menjadi sebab ditegakkannya hukum rajam. Namun jika
hukuman ini tidak bisa ditegakkan, karena persyaratan untuk itu tidak
terpenuhi, ikatan nikah tidak difasakh (dibubarkan) disebabkan zina yang
dilakukan salah satunya. Dan tidak wajib difasakh, baik kasus zina itu terjadi
sebelum hubungan badan atau sesudahnya, menurut pendapat mayoritas ulama.”
Pendapat kedua, suami
tidak boleh mempertahankan istrinya dan harus menceraikannya. Karena ketika
sang suami mempertahankan istrinya, dia dianggap tidak memiliki rasa cemburu,
dan tergolong suami dayuts. Dan sikap ini termasuk dosa besar.
Dari Abdullah bin Umar
radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiga orang yang
tidak akan Allah lihat mereka pada hari kiamat: Orang yang durhaka kepada kedua
orang tuanya, wanita tomboi, dan lelaki dayuts.” (HR. Ahmad 5372,
Nasai 2562, dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth).
Dalam Musnad Imam Ahmad
terdapat penjelasan siapakah Dayuts,
“Lelaki dayuts yang membiarkan perbuatan keji pada keluarganya.” (Musnad Ahmad no.
6113).
Syaikhul Islam pernah
ditanya: ada seorang suami yang masuk rumahnya, tiba-tiba dia memergoki
istrinya sedang bersama lelaki yang bukan mahram. Apa yang harus dilakukan si
suami?
Jawaban Syaikhul Islam,
Dalam hadis dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Bahwa Allah ta’ala ketika menciptakan surga, Dia
berfirman: ‘Demi keagungan dan kebesaran-Ku, tidak akan ada yang bisa
memasukimu (surga), orang yang bakhil, pendusta, dan dayuts.” Dayuts adalah
orang yang tidak memiliki rasa cemburu. Dalam hadis shahih, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin memliki rasa cemburu,
dan Allah juga cemburu. Cemburunya Allah adalah ketika ada seorang hamba
melakukan apa yang Dia haramkan untuknya.”
Kemudian Syaikhul Islam
melanjutkan penjelasannya,
“Dan Allah telah
berfirman:
Lelaki yang berzina tidak boleh menikahi melainkan perempuan yang berzina,
atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dinikahi kecuali
oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas oran-orang yang mukmin. (QS. An-Nur: 3).
Oleh karena itu,
pendapat yang kuat di antara pendapat ulama, bahwa wanita pezina, tidak boleh
dinikahi kecuali setelah dia bertaubat. Demikian pula ketika seorang istri
berzina, tidak boleh bagi sang suami untuk tetap mempertahankannya, selama dia
belum bertaubat dari zina, dan dia harus menceraikannya. Jika tidak, dia
termasuk dayuts.”
(Majmu’ Fatawa, 32/141).
Semoga Allah melindungi
kaum muslimin dari tipuan Iblis yang membinasakan. Amin
Menurut pemilik
Blog ini - setelah membaca uraian di atas alangkah baiknya jika-- sholat
istharoh--
Mohon petunjuk
pada-Nya-- semoga diberikan jalan yang terbaik---