Rabu, 24 April 2013

"Jangan Memukul Istri Meski memukul itu Diperbolehkan"


Yang harus dipenuhi seorang suami kepada isterinya ialah tidak memukul wajah isterinya, meski terjadi perselisihan yang sangat dahsyat, misalnya karena si isteri telah berbuat durhaka kepada suaminya. Memukul wajah sang isteri adalah haram hukumnya
"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suami-nya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz(*) , hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.” [An-Nisaa' : 34]
nusyuz(*)  yaitu meninggalkan kewajibannya selaku isteri, seperti meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya, dan lainnya.

Dalam ayat ini, Allah membolehkan seorang suami memukul isterinya. Akan tetapi ada hal yang perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh tentang bolehnya memukul adalah harus terpenuhinya kaidah-kaidah sebagai berikut, yaitu:
1. Setelah istri dinasihati, dipisahkan tempat tidurnya, namun tetap tidak mau kembali kepada syari’at
2. Tidak diperbolehkan memukul wajahnya.
3. Tidak boleh memukul dengan pukulan yang menimbulkan bekas atau membahayakan isterinya.

Pukulannya pun pukulan yang tidak melukai, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai.”

‘Umar bin al-Khaththab ra, mengadukan atas bertambah beraninya wanita-wanita yang nusyuz (durhaka kepada suaminya), sehingga Rasul memberikan rukhshah untuk memukul mereka.
Para wanita berkumpul dan mengeluh dengan hal ini,,,,,
kemudian Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Sesungguhnya mereka itu (yang suka memukul isterinya) bukan orang yang baik di antara kamu.”

Dari ‘Abdullah bin Jam’ah bahwasanya ia telah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Bagaimana mungkin seseorang di antara kalian sengaja mencambuk isterinya sebagaimana ia mencambuk budaknya, lalu ia menyetubuhinya di sore harinya?”

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan tentang laki-laki yang baik, yaitu yang baik kepada isteri-isterinya.

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada isterinya dan aku adalah yang paling baik kepada isteriku”

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada isterinya.”

Seorang suami telah memilih isterinya sebagai pendamping hidupnya, maka kewajiban dia untuk mendidik isterinya dengan baik. Setiap manusia tidak ada yang sempurna, sehingga adanya kekurangan dalam kehidupan berumah tangga merupakan sesuatu yang wajar saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari. “ini pilihanku dan akan aku terima sebagai mana engkau memilihku”..(curhat)

Terkadang isteri memiliki kekurangan dalam satu sisi, dan suami pun memiliki kekurangan dari sisi yang lain. Tidak selayaknya melimpahkan tumpuan kesalahan tersebut seluruhnya kepada sang isteri atau sebaliknya istri menyalahkan suami.
Seorang suami, sebagai kepala rumah tangga berkewajiban untuk membimbing dan mendidiknya dengan sabar sehingga dapat menjadi isteri yang shalihah dan dapat melayani suaminya dengan penuh keridhaan.
Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk memanjatkan do’a kepada Allah atas kebaikan tabiat isterinya dengan memegang ubun-ubunnya seusai ‘aqad nikah sambil membaca:

“Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang dibawanya.”
Apabila isteri Anda salah, keliru atau melawan Anda, maka nasihatilah dengan cara yang baik, tidak boleh menjelek-jelekkannya, dan do’akanlah agar Allah memperbaikinya dan menjadikannya isteri yang shalihah.

Tidak Boleh Engkau Memisahkannya, Kecuali Di Dalam Rumah
Jika seorang suami dalam keadaan marah kepada isterinya atau terjadi ketidakharmonisan di antara keduanya, maka seorang suami tidak berhak untuk mengusir sang isteri dari rumahnya. Islam menganjurkan untuk meninggalkan mereka di dalam rumah, di tempat tidurnya dengan tujuan untuk mendidiknya. Sang suami harus tetap bergaul dengan baik terhadap isterinya

“Dan janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas.” [Ath-Thalaq : 1]

Juga firman-Nya.
"… Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak pada-nya.” [An-Nisaa' : 19]

Pernikahan adalah ikatan yang kokoh مِيْثَاقاً غَلِيْظً (miitsaqon gholiidhoo), tidak selayaknya hanya karena masalah yang kecil dan sepele kemudian tercerai-berai. Bahkan dalam masalah-masalah yang sangat besar pun, kita diperintahkan untuk bersabar menghadapinya, serta saling menasihati.

Akan menjadi sangat sulit bagi orang tua (suami dan isteri) untuk membimbing dan mendidik keturunannya agar menjadi anak yang shalih, manakala sang suami berpisah dengan isterinya. Sedangkan anak yang shalih merupakan salah satu aset yang sangat berharga, baik untuk kehidupan kedua orang tuanya di dunia terlebih di akhirat kelak.

Bahkan kata-kata yang mengandung perceraian (thalaq) harus dijauhkan dengan sejauh-jauhnya meskipun sang suami dalam keadaan marah yang sangat, baik diutarakan dengan sungguh-sungguh maupun sekedar berkelakar.
Rasulullah bersabda tentang kalimat thalaq ini:
"Tiga hal yang apabila diucapkan akan sungguh-sungguh terjadi, main-mainnya (pun) terjadi, yaitu nikah, thalaq, dan rujuk.”

Seseorang ketika dalam keadaan marah, cenderung untuk mengeluarkan kata-kata yang kotor, perkataan yang jelek, dusta, mencaci maki, mengungkit-ungkit kejelekan lawan bicara, menyanjung-nyanjung dirinya dan mengeluarkan kalimat yang mengandung kekufuran atau yang lainnya. Untuk itulah, ketika kita dalam keadaan marah, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mengucapkan perkataan yang baik, atau kalau tidak mampu maka dianjurkan untuk diam,
beliau bersabda:
"Apabila seseorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.”


                                                                                  maafkan ayah bila ayah salah...>istri&anak-anakku<

Tidak ada komentar: